Kamis, 19 Januari 2012

REVOLUSI ALA ASWAJA

Doktrin Aswaja di Bidang Sosial-Politik Berdirinya suatu negara merupakan suatu keharusan dalam suatu komunitas umat (Islam). Negara tersebut dimaksudkan untuk mengayomi kehidupan umat, melayani mereka serta menjaga kemaslahatan bersama (maslahah musytarakah). Keharusan ini bagi faham Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) hanyalah sebatas kewajiban fakultatif (fardhu kifayah) saja, sehingga –sebagaimana mengurus jenazah– jika sebagian orang sudah mengurus berdirinya negara, maka gugurlah kewajiban lainnya.

Oleh karena itu, konsep berdirinya negara (imamah) dalam Aswaja tidaklah termasuk salah satu pilar (rukun) keimanan sebagaiman yang diyakini oleh Syi'ah. Namun, Aswaja juga tidak membiarkan yang diakui oleh umat (rakyat). Hal ini berbeda dengan Khawarij yang membolehkan komunitas umat Islam tanpa adanya seorang Imam apabila umat itu sudah bisa mengatur dirinya sendiri.

Aswaja tidak memiliki patokan yang baku tentang negara. Suatu negara diberi kebebasan menentukan bentuk pemerintahannya, bisa demokrasi, kerajaan, teokrasi ataupun bentuk yang lainnya. Aswaja hanya memberikan kriteria (syarat-syarat) yang harus dipenuhi oleh suatu negara. Sepanjang persyaratan tegaknya negara tersebut terpenuhi, maka negara tersebut bisa diterima sebagai pemerintahan yang sah dengan tidak mempedulikan bentuk negara tersebut. Sebaliknya, meskipun suatu negara memakai bendera Islam, tetapi di dalamnya terjadi banyak penyimpangan dan penyelewengan serta menginjak-injak sistem pemerintahan yang berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka praktik semacam itu tidaklah dibenarkan dalam Aswaja.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu negara tersebut adalah:

a. Prinsip Syura (Musyawarah)

Prinsip ini didasarkan pada firman Allah QS asy-Syura 42: 36-39:


فَمَا أُوتِيتُم مِّن شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ. وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ. وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنتَصِرُونَ 

Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia, dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan lalim mereka membela diri.

Menurut ayat di atas, syura merupakan ajaran yang setara dengan iman kepada Allah (iman billah), tawakal, menghindari dosa-dosa besar (ijtinabul kaba'ir), memberi ma'af setelah marah, memenuhi titah ilahi, mendirikan shalat, memberikan sedekah, dan lain sebagainya. Seakan­-akan musyawarah merupakan suatu bagian integral dan hakekat Iman dan Islam.

b. Al-'Adl (Keadilan)

Menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam terutama bagi penguasa (wulat) dan para pemimpin pemerintahan (hukkam) terhadap rakyat dan umat yang dipimpin. Hal ini didasarkan kepada QS An-Nisa' 4:58

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً  

Sesungguhnya Allah meyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanyaa dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat.

c. Al-Hurriyyah (Kebebasan)

Kebebasan dimaksudkan sebagai suatu jaminan bagi rakyat (umat) agar dapat melakukan hak-hak mereka. Hak­hak tersebut dalam syari'at dikemas dalam al-Ushul al­Khams (lima prinsip pokok) yang menjadi kebutuhan primer (dharuri) bagi setiap insan. Kelima prinsip tersebut adalah:

a) Hifzhun Nafs, yaitu jaminan atas jiwa (kehidupan) yang dirniliki warga negara (rakyat).
b) Hifzhud Din, yaitu jaminan kepada warga negara untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya.
c) Hifzhul Mal, yaitu jaminan terhadap keselamatan harta benda yang dirniliki oleh warga negara.
d) Hifzhun Nasl, yaitu jaminan terhadap asal-usul, identitas, garis keturunan setiap warga negara.
e) Hifzhul 'lrdh, yaitu jaminan terhadap harga diri, kehormatan, profesi, pekerjaan ataupun kedudukan setiap warga negara.

Kelima prinsip di atas beserta uraian derivatifnya dalam era sekarang ini lebih menyerupai Hak Asasi Manusia (HAM).

d. Al-Musawah (Kesetaraan Derajat)

Semua warga negara haruslah mendapat perlakuan yang sama. Semua warga negara memiliki kewajiban dan hak yang sama pula. Sistem kasta atau pemihakan terhadap golongan, ras, jenis kelamin atau pemeluk agama tetlentu tidaklah dibenarkan.

Dari beberapa syarat tersebut tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa sebenarnya sistem pemerintahan yang mendekati kriteria di atas adalah sistem demokrasi. Demokrasi yang dimaksud adalah sistem pemerintahan yang bertumpu kepada kedaulatan rakyat. Jadi kekuasaan negara sepenuhnya berada di tangan rakyat (civil sociery) sebagai amanat dari Allah.

Harus kita akui, bahwa istilah "demokrasi" tidak pemah dijumpai dalam bahasa Al-Qur’an maupun wacana hukum Islam klasik. Istilah tersebut diadopsi dari para negarawan di Eropa. Namun, harus diakui bahwa nilai­nilai yang terkandung di dalamnya banyak menyerupai prinsip-prinsip yang harus ditegakkan dalam berbangsa dan bernegara menurut Aswaja.

Dalam era globalisasi di mana kondisi percaturan politik dan kehidupan umat manusia banyak mengalami perubahan yang mendasar, misalnya kalau dulu dikenal komunitas kabilah, saat ini sudah tidak dikenallagi bahkan kondisi umat manusia sudah menjadi "perkampungan dunia", maka demokrasi harus dapat ditegakkan.

Pada masa lalu banyak banyak ditemui ghanimah (harta rampasan perang) sebagai suatu perekonomian negara. Sedangkan pada saat ini sistem perekonomian tersebut sudah tidak dikenal lagi. Perekonomian negara banyak diambil dari pajak dan pungutan lainnya. Begitu pula jika pada tempo dulu aqidah merupakan sentral kekuatan pemikiran, maka saat ini aqidah bukanlah merupakan satu­satunya sumber pijakan. Umat sudah banyak berubah kepada pemahaman aqidah yang bersifat plural.

Dengan demikian, pemekaran pemikiran umat Islam haruslah tidak dianggap sebagai sesuatu hal yang remeh dan enteng, jika umat Islam tidak ingin tertinggal oleh bangsa-bangsa di muka bumi ini. Tentu hal ini mengundang konsekuensi yang mendasar bagi umat Islam sebab pemekaran terse but pasti banyak mengubah wacana pemikiran yang sudah ada (salaf/klasik) dan umat Islam harus secara dewasa menerima transformasi tersebut sepanjang tidak bertabrakan dengan hal-hal yang sudah paten (qath'iy). Sebagai contoh, dalam kehidupan bemegara (baca: demokrasi), umat Islam harus dapat menerima seorang pemimpin (presiden) dari kalangan non-muslim atau wanita.

Senin, 16 Januari 2012

Komunitas Mahasiswa Palengaan (KOM_P)

Komunitas Mahasiswa Palengaan yang kemudian disingkat menjadi KOM_P ini merupakan sebuah komunitas yang lahir dari hasil “melihat dan menyadari keadaan mahasiswa di Palengaan pada saat ini yang pada umumnya belum paham tehadap tatanan pendidikan yang seharusya menciptakkan manusia yang berkarakter, manusia yang beriman dan berilmu yang amaliah”. Keadaan yang jauh dari cita-cita pendidikan nasional inilah kemudian mendorong beberapa mahasiswa palengaan untuk membentuk sebuah komunitas yang diharapkan dapat menjadi wadah untuk sharing dan berdiskusi seputar ilmu pengetahuan, juga mengkaji permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat. Komunitas ini juga merupakan media untuk mempersatukan mahasiswa Palengaan dan membantu mereka untuk memahami eksistensinya sebagai agent social of control dan agent social of change. Selain itu, komunitas ini juga bertujuan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan nasional yang berbunyi: “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani dan berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.” Hal ini dituntut -sebagai masyarakat kampus yang akademis- untuk mencanangkan visi-misi KOM_P yang diantaranya sesuai dengan visi KOM_P: “mewujudkan KOM_P menjadi suatu organisasi yang mandiri aspiratif, ditengah-tengah masyarakat, sebagai kader umat dan kader bangsa yang profesional berbasis persatuan bagi semua, yang memadukan antara intlektual dan spiritual.
Maka dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut perlu dilakukan langkah-langkah kongkret yang sistematik dan intergral dalam segala aspek yang juga harus ditunjang oleh SDM yang berkualitas dan berkompeten.

VISI DAN MISI KOM_P

Visi:
Mewujudkan KOM_P menjadi suatu organisasi yang mandiri, aspiratif, ditengah-tengah masyarakat, sebagai kader umat dan kader bangsa yang profesional berbasis persatuan bagi semuanya

Minggu, 15 Januari 2012

TUNANGAN MEMBUATNYA PUTUS SEKOLAH

Orangtua mana yang tidak sayang pada anaknya walau kasih sayang ini diartikan beda-beda oleh orangtua si anak. Tapi menurut mereka mungkin ini jalan terbaik yang harus ditempuh.
Suatu ketika saya mendapatkan sebuah kartu undangan dari tetangga saya. Setahu saya anak yang akan dinikahkan ini padahal masih duduk dibangku SMP. Saya pun mencoba untuk mencari tahu tentang proses pernikahan ini.
Ini sebuah cerita yang menurut saya sungguh tak pantas untuk dilakukan oleh seorang orang tua yang mana mengizinkan anak perempuannya berhenti sekolah dan diberi restu untuk tunangan dengan seorang laki-laki yang konon merupakan teman dari kakak si perempuan tersebut.
Ceritanya berawal beberapa bulan yang lalu dimana tetangga saya menyekolahkan anaknya ke jenjang SMP yang ada di dekat rumahnya yang berjarak sekitar 200 M. Dengan penuh semangat anak si cewek tersebut pulang pergi ke sekolah. Menginjak bangku kelas tiga ada seorang laki-laki yang mencari perempuan untuk dinikahinya. Seorang TKI yang baru pulang dari dari negeri jiran.
Kebetulan si laki-laki tersebut punya sahabat yang bertetangaan dengan perempuan tersebut. Dengan bantuan sahabat tersebut dia mencari seorang perempuan yang mau di nikahi. Dan sahabatnya menawarkan banyak perempuan di tetangganya yang sebaya dengan laki-laki itu, namun tidak ada yang cocok. Pas giliran di tawarin anak ingusan laki-laki itu langsung mau.
Masuklah sahabat dan laki-laki tersebut ke rumah permpuan itu. Singkat cerita, sahabat dari laki-laki itu ngasih tau maksud kedatangannya kalau dia mau meminang anaknya untuk sahabatnya tersebut. Tanpa berfikir panjang dan tanpa menawarkan kepada sang anak, orang tua si perempuan itu langsung menerima pinangannya, karna laki-laki tersebut ternyata sahabat dari perempuan tersebut pas waktu di malaysia karna kakaknya juga pernah jadi TKI disana.
Selang beberapa hari dirayakanlah pesta pertunangan, setelah pesta pertungan terjadi keluarga dari perempuan itu mewanti-wanti orang tuanya agak tidak cepat di nikahkan,. diterimalah saran dari keluarganya. Habis pesta pertunangan si perempuan santai-santai saja, sekolah selayaknya siswi SMP yang laennya.
Selang beberapa bulan, keluarga laki-laki tersebut datang kerumah calon besannya, dan meminta untuk segera menikahkan anaknya. Mungkin karna pertunangan udah berjalan beberapa bulan, orang tua lupa dengan saran dari family-familynya, dia langsung menyapakati permintaan dari calon besannya tersebut.
Cerita ini mungkin hanya sebagian kecil dari realita yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita. Mudah-mudahan kita dapat mengambil hikmah tentang bagaimana cara mendidik putra putri kita agar mengutamakan pendidikan sebelum mengarungi kehidupan rumahtangga, apalagi masih duduk dibangku sekolah.

STOP TUNANGAN USIA DINI

Kamis, 12 Januari 2012

Tentang Cinta

Cinta, di banyak waktu dan peristiwa orang selalu berbeda mengartikannya. Tak ada yang salah, tapi tak
ada juga yang benar sempurna penafsirannya. Karena cinta selalu berkembang, ia seperti udara yang
mengisi ruang kosong. Cinta juga seperti air yang mengalir ke dataran yang lebih rendah.
Tapi ada satu yang bisa kita sepakati bersama tentang cinta. Bahwa cinta, akan membawa sesuatu menjadi
lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Mengajarkan pada kita betapa, besar kekuatan
yang dihasilkannya. Cinta membuat dunia yang penat dan bising ini terasa indah, paling tidak bisa kita
nikmati dengan cinta.
Cinta mengajarkan pada kita, bagaimana caranya harus berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan
menerima, memberi dan mempertahankan. Bandung Bondowoso tak tanggung-tanggung membangunkan
seluruh jin dari tidurnya dan menegakkan seribu candi untuk Lorojonggrang seorang. Sakuriang tak kalah
dahsyatnya, diukirnya tanah menjadi sebuah telaga dengan perahu yang megah dalam semalam demiDayang Sumbi terkasih yang ternyata ibu sendiri. Tajmahal yang indah di India, di setiap jengkal marmer
bangunannya terpahat nama kekasih buah hati sang raja juga terbangun karena cinta. Bisa jadi, semua
kisah besar dunia, berawal dari cinta.
Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang
merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia
dan kehidupan yang lebih baik.
Dan Islam tidak saja mengagungkan cinta tapi memberikan contoh kongkrit dalam kehidupan. Lewat
kehidupan manusia mulia, Rasulullah tercinta.
Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu,
meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu,
Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan
Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian,
sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang
mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu
persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan
tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua
sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin
kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring
lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?"
tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membukan mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah
menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di
kenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan
pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih
Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu," kata jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan
surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh
tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
membuang muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar
wahyu itu.
"Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar
Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja
semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat
aimanukum, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu."
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di
wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telingan ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita
mencinta sepertinya?

Perkawinan dan Cinta

Masalah cinta dan kasih sayang kini merebak menjadi topik pembicaraan dimana-mana, karena pengaruh
drama, sandiwara, cerpen, novel, film(sinetron), dan lain-lain. Anak-anak gadis banyak yang gandrung
dengan masalah ini. Saya khawatir mereka terpedaya oleh cinta. Lebih-lebih pada usia-usia puber danmemasuki usia baligh, sementara hati mereka masih kosong (dari pegangan dan pedoman hidup).
Akibatnya kata-kata yang manis mudah saja masuk ke dalam hati yang kosong ini.
Sangat disayangkan ada sebagian pemuda yang berbuat demikian dengan keterpedayaan atau malah
merasa senang dan nikmat mencumbu dan merayu, bahkan merasa bangga dengan perbuatannya itu. Ia
bangga jika dirinya dapat berhasil merayu banyak wanita.
Karena itu nasehat saya pada gadis muslimah, janganlah terpedaya oleh perkataan dan semua rayuan
gombal. Hendaklah anda mendengarkan nasehat orang tua atau wali. Janganlah memasuki kehidupan
rumah tangga hanya semata-mata memperturutkan perasaan, tetapi pertimbangkanlah segala sesuatunya
dengan akal sehat.
Saya sarankan kepada orang tua atau wali, hendaklah memperhatikan kemauan dan keinginan anak-anak
perempuannya. Janganlah si ayah membuang perasaan dan keinginan anaknya dan menjadikannya
sebagai amplop kosong tak berisi, lalu mengawinkannya dengan siapa saja yang dikehendakinya, sehingga
si anak memasuki kehidupan rumah tangga denga terpaksa. Karena si anak itulah kelak yang akan bergaul
denga suaminya, dan bukan si ayah. Tetapi ini tidak berarti bahwa antara pemuda dan si gadis harus sudah
hubungan cinta sebelum terjadinya perkawinan, namun paling tidak harus ada kerelaan hati.
Karena itu, Islam memerintahkan si peminang melihat pinangannya, begitu juga sebaliknya. Nabi SAW
bersabda: “Karena yang demikian itu lebih patut dapat mengekalkan kalian berdua.”
Syariat Islam menghendaki kehidupan rumah tangga ditegakkan atas dasar saling meridhai dari masingmasing
pihak yang berkepentingan. Si wanita hendaknya ridha, setidak-tidaknya memiliki kebebasan untuk
menyatakan kehendak dan pendapatnya secara terus terang, atau kalau ia merasa malu menyatakan
persetujuannya secara terus terang, bolehlah dengan bersikap diam :
“Anak gadis (perawan) itu hendaklah dimintai izinnya (untuk dikawinkan), dan janda itu lebih berhak
terhadap dirinya.” (HR. Al Jama’ah kecuali Bukhari)
Maksudnya, wanita yang sudah pernah kawin sebelumnya harus menyataka denga terus terang. “Saya
suka dan cocok (setuju).” Adapun seorang gadis bila dimintai ijinnya untuk dikawinkan kadang-kadang
merasa malu untuk menjawab, lalu ia diam atau tersenyum, maka yang demikian itu sudah dianggap cukup
bahwa ia setuju. Tetapi jika ia mengatakan, “Tidak”, atau menangis, maka ia tidak boleh dipaksa.
Nabi Muhammad SAW membatalkan perkawinan seorang wanita yang dikawinkan tanpa kerelaannya.
Dalam beberapa riwayat juga disebutkan juga ada seorang wanita yang menolak dikawinkan ayahnya. Lalu
ia mengadukan hal itu kepada Nabi SAW. Nabi menginginkan ia merelakan ayahnya, sekali, dua kali, tiga
kali. Ketika Nabi SAW melihat ia tetap pada pendiriannya, beliau bersabda, “Lakukanlah apa engkau
kehendaki.” Tetapi kemudian wanita itu berkata,”Saya perkenankan apa yang dilakukan ayah, tetapi saya
ingin agar para bapak (ayah) itu tahu bahwa mereka tidak punya hak apa-apa dalam masalah ini.”
Perlu saya tegaskan disini bahwa dalam perkawinan itu harus ada kerelaan si anak dan wali (orang tua)
sebagaiman yang disyaratkan oleh banyak fuqaha, sehingga mereka mengatakan wajibnya persetujuan
wali untuk kesempurnaan nikah. Disebutkan dalam hadits:
“Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR. Daruqthni).
“Siapa saja wanita yang nikah tanpa memperoleh izin dari walinya, maka nikahnya batal, batal, batal.” (HR.
ABU Daud Ath Thayalisi)
Selain itu juga harus ada keridhaan ibu. Mengapa ibu? Karena ibulah yang banyak mengerti masalah anak
perempuannya. Rasululloh SAW bersabda:
“Ajaklah ibu-ibu bermusyawarah tentang anak-anak perempuan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Denga begitu, dia memasuki kehidupan rumah tangga dengan ridha. Ayah ridha, ibu ridha, dan seluruh
keluarganya ridha sehingga kehidupan rumah tangganya nanti tidak sesak nafas dan tidak keruh.
Yang lebih utama, hendaklah perkawinan dilakukan dengan cara yang dikehendaki oleh syariat. Wallohul
Muwaffiq ila atwamittariq.